Oleh : Yosa Novia Dewi, M.Pd
*Dosen FKIP UPI Yptk Padang, Asesor Ban SM Sumatra Barat, yosanovia@adpi-indonesia.id
Sejak berdiri, Indonesia telah bercita-cita untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun sayangnya, sampai saat ini kita masih menyimpan banyak permasalahan dalam bidang pendidikan. Maka harus diakui bahwa kualitas sekolah di Indonesia masih rendah, apalagi jika melihat sekolah-sekolah marginal yang terletak di pelosok, pedalaman, atau perbatasan. Kualitas pendidikan kita memang masih berada di bawah rata-rata negara berkembang lainnya.
Kualitas pendidikan yang rendah itu telah ditunjukkan dalam laporan terbaru Program Pembangunan PBB (UNDP) tahun 2015, Indonesia menempati posisi 110 dari 187 negara dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM), dengan nilai indeks 0,684. Dengan posisi itu Indonesia tertinggal dari dua negara tetangga ASEAN.
The Learning Curve Pearson (2014) sebagai salah satu lembaga pemeringkatan pendidikan dunia, memaparkan bahwa Indonesia menduduki posisi akhir dalam mutu pendidikan di dunia. Indonesia menempati posisi ke-40 dengan indeks rangking dan nilai secara keseluruhan yakni -1,84. Sementara itu, kategori kemampuan kognitif berada pada indeks rangking 2014 versus 2012, Indonesia diberi nilai -1,71. Sedangkan untuk nilai pencapaian pendidikan yang dimiliki Indonesia, diberi skor -2,11. Indonesia berada pada posisi terendah setelah Meksiko, Brasil, Argentina, Kolombia, dan Thailand.
Hasil Riset dari Center for Social Marketing (CSM), berkaitan dengan jumlah buku yang dibaca dalam 1 tahun, Indonesia 0 buku. Padahal negara lain seperti Amerika Serikat (32 judul buku), Belanda (30 buku), Prancis (30 buku), Jepang (22 buku), Swiss (15 buku), Kanada (13 buku), Rusia (12 buku), Brunei (7 buku), Singapura (6 buku), dan Thailand (5 buku). Jika membaca buku saja tidak menjadi budaya, bisa kita bayangkan kualitas sumber daya manusia di suatu negeri.
Menurut OECD 2015, rata-rata penilaian kinerja Indonesia dalam kemampuan literasi dan melek huruf tergolong baik, walaupun dalam segi pembangunan ekonomi masih kalah dengan anggota negara ASEAN lainnya. (Kemendikbud, 2016). Fakta tentang rendahnya kemampuan membaca tersebut, berbanding lurus dengan kondisi fasilitas perpustakaannya. Data yang dirilis oleh Perpustakaan Nasional RI (PNRI) pada tahun 2015 menunjukkan bahwa dari 254.432 sekolah yang terdaftar dari berbagai tingkat pendidikan dasar dan menengah, ternyata hanya 46,61% sekolah saja yang sudah memiliki fasilitas perpustakaan, yakni sekitar 118.599 sekolah. Jumlah itu baru pada tingkatan memiliki fasilitas perpustakaan, belum berbicara tentang kualitas perpustakaan maupun pustakawannya.
Hingga tahun 2015, dari 118.599 perpustakaan sekolah yang ada tersebut, baru 176 perpustakaan sekolah yang sudah terakreditasi, atau hanya 0,14%. Dan jika kita merujuk pada UU No. 43 Tahun 2007 tentang standar nasional perpustakaan sekolah, dari sejumlah 0,14% perpustakaan yang telah terakreditasi tersebut, hanya 130 perpustakaan sekolah yang telah memenuhi standar nasional. Kualitas pendidikan tersebut diperburuk dengan data hasil UKG (Uji Kompetensi Guru) Nasional yang dilaksanakan pada tahun 2015, yaitu sebesar 53,02. Hal ini masih di bawah standar KKM yang telah ditentukan, yaitu 55.
Berdasarkan data di atas, perlu ada upaya komprehensif untuk memperbaiki kualitas pendidikan kita. Perbaikan ini bisa dimulai dari satuan pendidikan yang paling bawah, yakni institusi sekolah. Sekolah di Indonesia, perlu ditingkatkan kapasitasnya agar mampu berhadapan dengan tantangan di masa depan yang akan jauh lebih kompetitif. Sistem akreditasi sekolah merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas/mutu sekolah. Akreditasi sekolah bukan hanya soal administrasi tapi suatu proses yang berbasis penelitian untuk mengukur efektivitas suatu institusi dalam hal ini adalah sekolah. Jika proses akreditasi ini dapat dilakukan dengan baik maka hal ini dapat meningkatkan kinerja peserta didik dan perubahan mutu secara berkesinambungan dalam proses pendidikan.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 59, Tahun 2012 tentang Badan Akreditasi Nasional, yaitu pada Pasal 1 butir 7 menyatakan bahwa akreditasi sekolah/madrasah adalah suatu kegiatan penilaian kelayakan program dan satuan pendidikan dasar dan menengah berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan untuk memberikan penjaminan mutu pendidikan sekolah/madrasah (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2012). Dalam pelaksanaan akreditasi, Badan Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah (BAP-S/M) melakukan perekrutan asesor. Tanggung jawab asesor, yaitu: 1) melaksanakan tugas secara sungguh sungguh dengan berpedoman kepada norma-norma pelaksanaan visitasi, sehingga hasil akreditasi yang diberikan kepada sekolah/madrasah benar-benar mencerminkan tingkat kelayakan sekolah/madrasah yang sesungguhnya; dan 2) menjaga kerahasiaan hasil visitasi dan melaporkannya secara objektif kepada BAP-S/M (Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah, 2010). Akreditasi bertujuan untuk memetakan mutu pendidikan berdasarkan 8 SNP (Standar Nasional Pendidikan). Jika akreditasi ini dapat dilakukan dengan baik maka hasilnya dapat dimantaafkan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
Hal ini berarti bahwa asesor harus memiliki kredibilitas dan professional yang baik karena keberhasilan proses akreditasi sangat bergantung kepada asesor/orang yang malakukan proses akreditasi. Kredibiltas seorang asesor sangat berkaitan dengan 3 aspek, yaitu: pengetahuan, skil, dan sikap/karakter. Seorang asesor harus memiliki pengetahuan yang luas mengenai dunia pendidikan, penelitian dan pengembangan. Ia harus selalu memperbaharui pengetahuannya dan menguasai teori-teori yang ada khususnya tentang dunia akareditasi. Sehingga ia dapat menggunakan pengetahuan yang dimiliki sebagai dasar dalam melaksanakan proses akreditasi. Pengetahuan ini dapat diperoleh dengan cara aktif mengikuti pelatihan/workshop yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Sementara itu, skil berhubungan dengan keterampilan sesorang asesor. Seorang asesor harus terampil dan teruji dalam melakukan aktifitasnya. Sehingga ia dapat mempelajari dan memahami bagaimana cara melakukan dan menggunakan tools akreditasi. Validitas hasil akreditasi sangat bergantung dari seorang asesor.
Selanjutnya, sikap berhubungan dengan karakter dasar seorang asesor. Sikap seorang asesor sangat signifikan mempengaruhi hasil akreditasi. Sikap diartikan sebagai professionalitas dan kredibiltas seorang asesor yang meliputi, harus mematuhi kode etik yang sudah ditetapkan, menjaga kerahasiaan data, bersikap adil/tidak berpihak, dan tidak memiliki konflik kepentingan. Seorang asesor harus jujur dan menyajikan data sesuai fakta yang ia peroleh di lapangan. Terkadang, kelalaian seorang asesor juga disebabkan oleh ketidaktahuan, sehingga dalam hal kejujuran seorang asesor harus tau dengan jelas batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat melakukan proses akreditasi.
Apabila ketiga aspek dalam kredibilitas seorang asesor ini dimiliki dan diaplikasikan dengan baik maka hasil akreditasi dapat dimanfaatkan dengan baik untuk peningkatan mutu pendidikan Indonesia. Akreditasi akan menjadi salah satu solusi ditengah hiruk-pikuk dunia pendidikan kita saat ini. Akreditasi dapat bermanfaat untuk memajukan pendidikan kita, baik kualitas pendidik maupun peserta didik.
Refereces
Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah. 2010. Pokok-Pokok Kebijakan dan Pedoman Akreditasi Sekolah/Madrasah. Jakarta: Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M).
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2012. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2012 tentang Badan Akreditasi Nasional. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
[Republika Online]. Penduduk Indonesia Diperkirakan 250 Juta Jiwa. [diunduh 2014 Maret 14]. Tersedia di http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/07/17/mq2oy6-2013-penduduk-indonesia-diperkirakan-250-juta-jiwa
Sudjana, N. 2000. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algasindo.
[Transparency International]. 2013. Corruption Perception. Berlin: Transparency International.
[Universitas Padjajaran]. Peringkat daya saing global Indonesia pada tahun 2013 dalam World Economic Forum (WEF). http://www.unpad.ac.id. Diakses pada tanggal 4 April 2018.
[UNDP] United Nations Development Program. 2013. Human Development Report 2013: Human Development for Everyone, UNDP Publishing. http://www.id.undp.org/content/dam/indonesia/2017/doc/INSIndonesia_Country%20Explanatory%20Note_HDR2013.pdf. Diakses pada tanggal 4 April 2018.
[World Bank]. 2013. Kemiskinan Perkotaan dan Ulasan Program. [diunduh 2014 Mar 13]. Tersedia di http://www.worldbank.org